- Madyan yang lihai berdagang. Nabi Shu’aib tinggal di kota Madyan, penduduknya piawai berbisnis. Karena terlalu fokus pada profit, mereka cari cara “untung cepat” tanpa peduli hukum—korupsi di mana-mana.
- Kaum Ayka dan pohon yang diagungkan. Madyan dikenal menyembah sebuah pohon bernama Al-Ayka. Karena praktik itu, mereka juga disebut “kaum Ayka”.
- Kecurangan yang jadi budaya. Mereka menipu timbangan: tagih harga 3 kilo gandum tapi kasih 2 kilo. Susu dicampur air biar kelihatan banyak. Semua orang yang lewat dikenai “pajak” seenaknya. Mereka memaksa kaum Nabi Shu’aib untuk “bend the rules” alias membengkokkan aturan Allah agar cocok dengan aturan mereka.
- Dakwah tegas: jujur dan jangan merusak. Nabi Shu’aib menyeru, “Sempurnakan sukatan dan timbangan, jangan kurangi hak orang. Jangan buat kerusakan di bumi yang Allah sudah jadikan sebaik-baiknya.” Rujukan: Al-Qur’an 7:85. Beliau juga melarang menghadang orang di jalan dan mengintimidasi agar menolak iman. “Ingat waktu jumlah kalian sedikit, Allah-lah yang melipatgandakan kalian.” Rujukan: Al-Qur’an 7:86.
- Tawaran “kaya cepat” yang ditolak. Mereka mengajak Nabi Shu’aib ikut investasi supaya cepat kaya. Beliau menjawab, kekayaannya mungkin tak sebesar mereka, tapi yang ada halal. Jika mereka pikir bisa “membeli” beliau dengan harta, mereka keliru: tujuan beliau adalah memperbanyak kebaikan.
- Penolakan: agama dianggap ganggu bisnis. Dakwah terus berjalan, tapi mereka muak dengan ajakan jujur dan penggunaan harta untuk kebaikan. Mereka menganggap Nabi Shu’aib “ikut campur urusan orang”. Mereka yakin agama tak ada kaitan dengan perdagangan, dan berkata: rugilah yang ikut Shu’aib. Rujukan: Al-Qur’an 7:90.
- Peringatan atas umat-umat terdahulu. Nabi Shu’aib mengingatkan hukuman yang menimpa ‘Ad, Thamud, dan yang paling dekat: kaum Luth. Beliau menyeru, “Bertobatlah sebelum terlambat! Sesungguhnya Allah Maha Pengampun dan Maha Pengasih.” Rujukan: Al-Qur’an 11:90.
- Ejekan dan tantangan. Mereka mengejek: “Kau biasa saja, tak istimewa. Kalau bukan karena keluarga dan pengikutmu, sudah kami rejam.” Mereka menantang: “Kalau kau benar utusan Tuhan, mintalah Tuhanmu menghukum kami!” Nabi Shu’aib pun berdoa, “Ya Tuhan kami, putuskanlah antara kami dan kaum kami dengan adil; Engkaulah sebaik-baik Hakim.” Rujukan: Al-Qur’an 7:89.
- Azab di bawah awan. Murka Allah turun: panas menyengat, udara menekan, nafas terasa sempit. Saat awan datang, mereka berlari berteduh—tak sadar itu pertanda hukuman. Lalu terdengar As-Saihah, suara ledakan sangat dahsyat yang mengguncang bumi; seluruh kaum Madyan tersungkur tak bernyawa. Rujukan: Al-Qur’an 11:94.
- Keselamatan bagi Shu’aib dan pengikutnya. Allah lebih dulu menyelamatkan Nabi Shu’aib dan para pengikut. Saat kembali melihat keadaan Madyan, beliau berkata, “Wahai kaumku! Sungguh aku telah menyampaikan perintah-perintah Tuhanku dan memberi nasihat. Maka aku tidak bersedih atas orang-orang kafir yang binasa.” Rujukan: Al-Qur’an 7:93.
- Inti pelajaran. Sehebat apa pun kita “memainkan aturan”, Allah Maha Bijaksana dan selalu mengawasi. Jujur itu mungkin terasa “rugi” di awal, tapi itulah satu-satunya jalan yang berumur panjang—dan diberkahi.

🧭 Browser: memuat…
💻 OS: memuat…
🌐 IP: memuat…
🏳️ Negara: memuat…