Nabi Sulaiman ‘Alaihissalam , Raja Hikmah, Angin, Jin, dan Hudhud

Ditulis oleh: Saudari Sharifah Syazreen Al-Idrus Estimasi baca: ~7 menit Mode: Dark • Satu Kolom • Fullscreen
Kisah ini penuh “wow”: kerajaan manusia-jin-burung, surat lewat hudhud, takhta yang “teleport”, dan istana kaca. Narasi asli kamu dijaga, ditambah sentuhan ringan biar makin mengalir.
  1. Warisan Daud. Nabi Sulaiman adalah putra Nabi Daud, mewarisi takhta dan kenabian dari ayahnya, paket lengkap: kepemimpinan plus wahyu.
  2. Empat raja penguasa. Pada zamannya, dunia disebut dikuasai empat tokoh: dua raja Islam (Nabi Sulaiman dan Iskandar Zulqarnain) dan dua raja non-Islam (Bakht Nasr dan Namrud). Di antara mereka, Sulaiman paling berkuasa.
  3. Mukjizat yang luas. Allah memberi Sulaiman kemampuan luar biasa: mengendalikan angin “sejauh sebulan”, mengalirkan dan membentuk tembaga, mengatur jin, mengerti bahasa burung dan hewan, serta memimpin bala tentara gabungan manusia-jin-burung.
  4. Syukur tanpa sombong. Dengan karunia sebesar itu, Sulaiman tetap rendah hati dan bersyukur. Kekuasaannya adalah cermin kebesaran Allah, bukan panggung ego.
  5. Semut yang bijak. Saat pasukan melintasi lembah semut, seekor semut memperingatkan kaumnya untuk masuk ke tanah agar tak terinjak tanpa sengaja. Sulaiman mendengar dan tersenyum, peka, sekaligus terhibur.
  6. Hudhud dan kabar Saba. Sulaiman mendapati burung hudhud absen dan mengancam hukuman jika tanpa alasan kuat. Hudhud datang membawa berita: negeri Saba dipimpin perempuan (Puteri Balqis) dengan kerajaan megah, namun menyembah matahari. Hudhud memuji, lalu menyesali; menutup dengan tauhid: hanya Allah yang layak disembah.
  7. Surat yang menundukkan. Sulaiman mengetes kabar itu dengan sepucuk surat: “Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Pengasih. Jangan sombong dan berserah dirilah padaku.” Pembesar Saba menyarankan perang; Balqis memilih bijak: kirim hadiah mewah. Sulaiman menolak balasan dunia: “Agama tak bisa dibeli. Jika kau bersikeras, pasukanku akan datang.”
  8. Strategi tanpa darah. Balqis paham risiko perang. Ia memutuskan datang menyerah secara terhormat, membawa pasukan sebagai bentuk wibawa, bukan untuk bertempur.
  9. Takhta yang berpindah sekejap mata. Sulaiman ingin menunjukkan kekuasaan Allah: “Sebelum Balqis tiba, bawa takhtanya ke sini.” Ifrit menawarkan diri “secepat bangun dari duduk,” tapi Sulaiman memilih “yang punya Ilmu Kitab”, mendatangkan takhta dalam sekelip mata. Lalu disamarkan, untuk menguji pengenalan Balqis.
  10. Pengakuan yang jujur. Saat tiba, Sulaiman bertanya, “Apakah ini takhtamu?” Balqis ragu sejenak, lalu mengenalinya. Sulaiman menegaskan: “Itu tanda kekuasaan Allah.” Pesan sampai dengan elegan.
  11. Istana kaca di atas sungai. Jin membangun banyak istana; salah satunya lantai kaca di atas aliran air. Balqis mengangkat kain takut basah, lalu sadar itu lantai kaca, dan hatinya basah oleh kekaguman. Ia mengakui kesalahan menyembah selain Allah, beriman, lalu menikah dengan Sulaiman.
  12. Wafat yang jadi pelajaran. Saat tua, Sulaiman berdiri bertongkat mengawasi jin yang bekerja setahun tanpa henti karena takut. Tongkat dimakan anai-anai, patah, Sulaiman jatuh, barulah mereka tahu ia wafat sejak lama. Kekuasaan yang besar pun tunduk pada takdir, akhir yang senyap, penuh tanda.

🧭 Browser: memuat… 💻 OS: memuat… 🌐 IP: memuat… 🏳️ Negara: memuat…
🗺️ Sitemap 🏠 Home
times;