Sitemap Home

Kisah Epik Abdurrahman ad-Dākhil 🦅

Dari Buronan Damaskus menjadi Pendiri Kekhalifahan di Andalusia.

Browser: Loading... OS: Loading... Lokasi Cerita: Kordoba, Spanyol 🇪🇸

Prolog: Darah di Damaskus (750 M)


Setelah Pertempuran Sungai Zab, langit **Damaskus** seolah berubah warna. Pasukan Abbasiyah memburu dan mengeksekusi seluruh keturunan **Bani Umayyah**. Jalanan kota dipenuhi darah bangsawan Umayyah.

Di tengah kekacauan itu, seorang pemuda berusia 20 tahun berlari menembus lorong-lorong kota: **Abdurrahman bin Mu’awiyah**, cucu Khalifah Hisham bin Abdul Malik. Ia adalah harapan terakhir Dinasti Umayyah.

Seorang pelayan setia, **Badr**, berbisik kepadanya: “Tuanku, jangan kembali! Abbasiyah mencari darahmu. Jika engkau tinggal, engkau akan disembelih seperti yang lain.”

Abdurrahman menggenggam pedangnya. Matanya tajam, tapi hatinya bergetar. Ia menjawab: **“Jika takdirku mati, maka aku akan mati. Tapi bila Allah menghendaki, aku akan bangkit kembali.”** Malam itu, ia meninggalkan Damaskus untuk selamanya.

Pelarian yang Panjang & Drama di Sungai


1. Lolos dari Mata-Mata Abbasiyah

Pelarian Abdurrahman adalah epik bertahan hidup. Ia bersembunyi dari satu desa ke desa lain, dikejar mata-mata Abbasiyah yang memburu setiap keturunan Umayyah.

Di **Mesir**, ia sempat bersembunyi di tepi sungai Nil bersama budaknya, Badr. Namun, mata-mata hampir menangkapnya. Ia tak punya pilihan selain menyeberangi gurun menuju **Afrika Utara** (Maghrib).

2. Janji Dusta di Sungai

Sebuah riwayat menyentuh hati terjadi saat ia bersama beberapa kerabat menyeberangi sungai. Prajurit Abbasiyah mengejar dan berteriak: **“Kembali, wahai pangeran! Kami akan memberimu jaminan!”**

Salah satu saudaranya percaya dan berenang kembali ke tepi. Namun, seketika itu ia dibunuh. Abdurrahman menatap peristiwa itu dengan hati hancur, lalu berucap:

“Lebih baik aku mengembara seumur hidup, daripada percaya pada janji dusta mereka.”

Ia terus berenang, menyelamatkan dirinya. Sebuah pelajaran pahit tentang pengkhianatan yang menempa jiwanya menjadi baja.

3. Jaringan di Maghrib

Tiba di wilayah Berber (Maroko), ia disambut. Di sini, banyak sisa pasukan Umayyah dan kabilah Berber yang tidak simpati pada Abbasiyah di Timur. Perlahan tapi pasti, ia membangun jaringan, mengumpulkan kesetiaan Umayyah yang tersisa.

Dari sini, matanya tertuju ke seberang laut: **Andalusia** (Spanyol Muslim), sebuah tempat yang makmur tapi penuh pertikaian antar suku Arab (Qays vs Yaman) dan Berber. Inilah harapan barunya.

Perjalanan ke Andalus & Pertempuran Kunci


Menyambut Bumi Baru (755 M)

Pada tahun **755 M**, Abdurrahman berlayar menyeberangi Selat Gibraltar. Angin laut menerpa wajahnya yang penuh tekad. Ia berbisik kepada Badr:

“Damaskus telah hilang… tapi lihatlah, di sana ada bumi baru yang akan menjadi Damaskus kedua.”

Di Andalusia, kaum **Yaman** (Arab Selatan) yang tertindas oleh Arab Utara (Qays) melihatnya sebagai harapan persatuan. Mereka berbisik: **“Seorang pangeran Umayyah masih hidup! Dialah simbol persatuan.”**

Kemenangan di Sungai Guadalquivir (756 M)

Kedatangan Abdurrahman ditolak oleh Gubernur Abbasiyah di Andalus, **Yusuf al-Fihrī**. Di tepi sungai Guadalquivir, dua pasukan berhadapan. Pasukan Abdurrahman hanya sekitar **7.000** orang, berhadapan dengan pasukan Yusuf sekitar **30.000** orang.

Badr sempat khawatir, “Tuanku, jumlah kita jauh lebih sedikit.”

Abdurrahman menjawab dengan mata berapi-api: **“Bukan jumlah yang menentukan, tapi hati yang yakin.”**

Pertempuran pecah. Meski kalah jumlah, pasukan Abdurrahman berperang dengan semangat luar biasa. Yusuf kalah dan melarikan diri. **Kordoba** pun terbuka untuknya.

Galeri Foto: Ilustrasi Abdurrahman ad-Dākhil

Lahirnya Umayyah Andalusia: Elang Quraisy


Pada tahun **756 M**, Abdurrahman ad-Dākhil berdiri tegak di Kordoba. Rakyat membaiatnya sebagai **Amīr Andalus**. Ia memilih gelar Amīr (Pangeran/Emir) dan tidak langsung Khalifah, sebagai pengakuan de facto terhadap Abbasiyah di Timur, sekaligus menegaskan otonomi penuh di Barat.

Ia dikenal dengan gelar:

Bahkan **khalifah Abbasiyah, al-Manshūr**, yang dulu memburunya, terpaksa mengakui kehebatannya dan berujar: “Aku telah menyerahkan seluruh dunia Islam kepada seekor Elang Quraisy.”

Abdurrahman ad-Dākhil memimpin Andalusia selama **32 tahun**. Ia mengubah Kordoba dari kota biasa menjadi pusat ilmu, seni, dan arsitektur yang megah. Dari seorang buronan yang nyaris dibunuh, ia menjelma menjadi pendiri kerajaan baru.

Sejarawan berkata: “Jika bukan karena keberanian Abdurrahman, nama Umayyah akan mati di tepi Sungai Zab. Tapi ia menjadikannya hidup kembali di tepi Sungai Guadalquivir.”

Kordoba di Puncak Keemasan: Kota Seribu Lampu


Kejayaan yang dimulai oleh Abdurrahman mencapai puncaknya di abad ke-10, terutama di masa cucunya, **‘Abd al-Raḥmān III** dan putranya, **Al-Ḥakam II**.

1. ‘Abd al-Raḥmān III: Proklamasi Kekhalifahan (929 M)

Pada tahun 929 M, ‘Abd al-Raḥmān III menyatakan Andalusia bukan lagi emirat, melainkan **Kekhalifahan**. Ia menandingi Baghdad (Abbasiyah) dan Kairo (Fatimiyah). Sorak takbir menggema, menegaskan Kordoba sebagai pusat dunia Islam Barat.

2. Kordoba: Kota Paling Maju di Eropa

Di bawahnya, Kordoba menjadi kota terbesar di Eropa dengan 500.000 penduduk. Fakta-fakta menakjubkan tentang Kordoba:

Seorang pengembara dari Eropa berbisik takjub: **“Lampu-lampu jalan menyala, sementara di negeri kami masih tenggelam dalam kegelapan.”**

3. Al-Ḥakam II: Sang Pencinta Ilmu

Putranya, **al-Ḥakam II**, yang naik takhta pada 961 M, menjadikan Kordoba pusat ilmu dunia. Setiap pekan, kafilah membawa peti buku dari seluruh penjuru dunia. **Perpustakaan istananya menyimpan lebih dari 400.000 manuskrip**.

Di sana, lahir ilmuwan besar seperti **Abū al-Qāsim al-Zahrāwī** (Abulcasis), bapak bedah modern, dan filosof **Ibn Hazm**. Al-Ḥakam II sering berbisik:

“Selama ilmu hidup di Kordoba, maka kekhalifahan ini takkan mati.”

4. Madinat al-Zahrā’: Istana dari Cahaya

Tak jauh dari Kordoba, berdiri kota istana megah: **Madinat al-Zahra’**. Dindingnya berlapis marmer putih, tiangnya dihiasi emas. Para duta dari Bizantium, Jerman, dan kerajaan Kristen León datang dan pulang dengan rasa rendah diri, mengakui kemewahan Umayyah.

Retaknya Permata Kordoba (Kisah Sedih)


1. Bayangan Kekuasaan (Al-Mansur)

Setelah wafatnya Al-Ḥakam II (976 M), takhta jatuh ke tangan putranya yang masih belia, Hishām II. Kekuasaan politik kemudian direbut oleh **al-Manṣūr Ibn Abī ‘Āmir**. Al-Mansur adalah jenderal jenius yang tak pernah kalah dalam 50 ekspedisi melawan kerajaan Kristen, namun ia menjadikan Khalifah Hishām II hanya sebagai boneka politik.

2. Pecahnya Kekhalifahan (1010–1031 M)

Setelah Al-Mansur wafat, kekuasaan pusat melemah. Kordoba mulai retak dari dalam. Para jenderal Berber memberontak, dan para bangsawan Arab ingin menguasai wilayahnya sendiri (Sevilla, Toledo, Zaragoza).

Pertempuran terjadi di jalan-jalan Kordoba. Akhirnya, pada **1031 M**, rakyat sendiri menghapus jabatan Khalifah. Kekhalifahan Umayyah Andalusia pun **resmi berakhir**.

3. Masa Mulūk al-Ṭawā’if (Raja-Raja Kelompok)

Andalusia terpecah menjadi puluhan kerajaan kecil yang disebut **Ṭawā’if** (taifas). Mereka berlomba membangun istana, tapi juga saling berperang. Yang paling menyedihkan, mereka sering membayar upeti kepada kerajaan Kristen di utara agar bisa bertahan. Ini adalah awal dari bayang-bayang kehancuran.

Sejarawan Andalusia, Ibn Ḥayyān, menulis penuh pilu: “Kita telah menyaksikan kejayaan yang menyaingi Baghdad, lalu kita biarkan ia hancur karena kerakusan kita sendiri.”

Epilog: Warisan Abadi Kordoba


Meskipun Kordoba dan Madinat al-Zahra’ hancur menjadi puing, warisan ilmu pengetahuannya tak pernah mati.

Pada masa keemasannya, Kordoba memiliki:

Para pengelana dari Eropa datang, belajar, dan kembali ke negerinya membawa ilmu Aljabar, Kedokteran, dan Astronomi. Tanpa sadar, merekalah yang kelak mengantarkan Eropa keluar dari **“zaman gelap”**.

Inilah Andalusia, mahkota Islam di Barat, dan hadiah Umayyah bagi dunia.

Yuk, Sebarkan Kisah Peradaban Ini!


Diskusikan Kisah Ini di Kolom Komentar

(Pastikan Facebook SDK diinisialisasi agar komentar muncul.)

times;