Dari Badar ke Uhud: luka yang belum sembuh
Kemenangan besar di Badar mengguncang Quraisy. Tak terima, mereka menyiapkan Uhud: pasukan lengkap, para pemimpin, bahkan kaum perempuan untuk menyulut semangat menang atau tumbang. Di antara mereka ada **Sulaafah binti Sa‘d**, suami dan tiga putranya dari Bani ‘Abd al-Dar pemegang panji Quraisy.
Uhud memanas, dendam pun menyala
Pertempuran sengit, korban berjatuhan di kedua pihak. Di tengah kekacauan, Sulaafah mendapati suami dan dua putranya gugur, lalu memangku al-Jallas yang sekarat. Dari bibir terakhirnya, ia mendengar nama: **‘Ashim bin Tsabit**. Dendam pun bernazar ia ingin kepala ‘Ashim dengan imbalan harta.
Misi Ma’ al-Raji‘: permintaan ilmu berujung khianat
Usai Uhud, datang rombongan dari Bani Lahyan meminta guru. Rasulullah ﷺ mengutus beberapa sahabat di antaranya **‘Ashim bin Tsabit**. Tiba di Ma’ al-Raji‘, mereka dikepung dan diminta menyerah demi tebusan. ‘Ashim memilih tegak: memanah hingga habis, menusuk hingga patah, lalu mengayun pedang.
“Ya Allah, aku telah membela agama-Mu di pagi hari ini, maka lindungilah dagingku di sore hari.”
Penjagaan dari langit
‘Ashim gugur dengan mulia. Pihak penyerang hendak mengambil kepalanya untuk memenuhi nazar Sulaafah namun tubuh ‘Ashim tertutup kawanan **lebah**. Tiap yang mendekat, mereka diserang. Menjelang malam, **banjir** datang dan menghanyutkan jasadnya ke tempat yang Allah kehendaki.
Suara Khalifah Umar R.A: janji dibalas penjagaan
Saat kisah ini sampai kepada **Umar bin al-Khattab R.A**, ia berkata: Allah menjaga hamba-Nya yang beriman. ‘Ashim menepati janjinya di hidup menolak disentuh kaum musyrik maka Allah menjaga dirinya setelah wafat.
Hikmah yang membumi
- Keteguhan prinsip: saat peluang kompromi terbuka, ‘Ashim justru mempertegas jati diri.
- Doa yang tepat sasaran: singkat, spesifik, dan seirama amal itulah doa yang mengetuk langit.
- Penjagaan Ilahi: sebab bisa biasa, cara bisa luar biasa; hasil tetap di tangan-Nya.