Bayangkan, jika hari ini ada seorang asing yang tiba-tiba masuk ke dalam masjid, lalu tanpa malu ia mengencingi lantai masjid dengan sengaja. Apa reaksi kita? Mungkin kita akan marah, mengusir, membentak, bahkan bisa jadi ada yang sampai tega memukulnya.
Ternyata, kejadian serupa pernah benar-benar terjadi di zaman Rasulullah ﷺ.
Peristiwa di Masjid Nabawi
Suatu hari, seorang a‘rābī, seorang **Badui** dari pedalaman, masuk ke Masjid Nabawi. Tiba-tiba, di hadapan para sahabat, ia langsung kencing di dalam masjid. Tentu saja para sahabat yang melihat menjadi heboh. Rasa hormat mereka kepada rumah Allah membuat mereka tak bisa menahan amarah. Sebagian bangkit hendak menghentikannya, bahkan ada yang siap mengayunkan tangan untuk memukulnya.
Namun, **Rasulullah ﷺ** yang berada di tempat itu segera bertindak. Dengan penuh ketenangan, beliau menahan para sahabatnya seraya berkata:
"Da‘ūhū… biarkan ia menuntaskan buang air kecilnya. Jangan hentikan."
Maka para sahabat pun menahan diri. Badui itu pun menyelesaikan hajatnya tanpa gangguan. Setelah ia selesai, Rasulullah ﷺ memerintahkan para sahabat untuk mengambil seember air, lalu menyiram bagian yang terkena najis hingga suci kembali. **Tidak ada bentakan, tidak ada pukulan, tidak ada kemarahan**.

Prinsip dakwah: memudahkan, bukan mempersulit
Lalu beliau bersabda, sebuah prinsip agung dalam dakwah:
فَإِنَّمَا بُعِثْتُمْ مُيَسِّرِينَ وَلَمْ تُبْعَثُوا مُعَسِّرِينَ
"Kalian diutus untuk **memudahkan**, bukan untuk mempersulit."
(HR. al-Bukhārī, No. 220)
Orang Badui datang dari pedalaman, tidak mengerti urusan najis. Ajari dia bukan dengan cara kekerasan seperti ini. Rasulullah ﷺ mengajarkan bahwa **kelembutan** lebih mengena daripada kemarahan, dan **bimbingan** lebih berharga daripada bentakan.
Rahmat Allah itu luas
Peristiwa itu begitu membekas di hati sang Badui. Betapa Rasulullah ﷺ menegurnya dengan kasih sayang, bukan dengan amarah.
Beberapa waktu kemudian, setelah shalat berjamaah bersama Nabi ﷺ dan para sahabat, Badui itu mengangkat tangannya dan berdoa dengan suara keras, polos, dan apa adanya:
اللَّهُمَّ ارْحَمْنِي وَمُحَمَّدًا، وَلَا تَرْحَمَّ مَعَنَا أَحَدًا
"Ya Allah, turunkanlah rahmat-Mu kepada aku dan Muhammad saja, jangan kepada yang lain."
Doa itu membuat para sahabat tersenyum, bahkan tertawa kecil. Rupanya, ia masih menyimpan sedikit "sensi" kepada para sahabat yang sempat ingin membentaknya dulu.
Namun, sekali lagi Rasulullah ﷺ menegurnya dengan kelembutan:
لَقَدْ حَجَّرْتَ وَاسِعًا
"Engkau telah mempersempit sesuatu yang luas."
Sesungguhnya **rahmat Allah amat luas**, tidak hanya untuk kita berdua, tetapi juga untuk semua yang hadir di sini.
- Kesalahan orang awam ditangani dengan ilmu, kelembutan, dan kasih sayang.
- Solusi sederhana (air) lebih tepat daripada ledakan emosi.
- Rahmat Allah luas, dakwah merangkul bukan mengusir.