Konteks & arah ekspedisi
Setelah Iskandariyah jatuh (20 H / 642 M), Amr bin al-‘Āṣ رضي الله عنه—gubernur Mesir pada masa Khalifah ‘Umar—mengarahkan pandang ke barat: Barqa dan Tripoli, pesisir strategis di bawah Bizantium.

Perjalanan ke Barqa (22 H / 643 M)
Angin musim panas berhembus kering di gurun pasir barat Mesir. Pasukan Islam, setelah menaklukkan Iskandariyah pada tahun 20 H / 642 M, tidak berdiam lama. ‘Amr bin al-‘Āṣ رضي الله عنه, gubernur Mesir yang baru diangkat oleh Khalifah ‘Umar bin Khattab, segera menatap ke arah barat—ke negeri Barqa, wilayah Cyrenaica yang berada di bawah kekuasaan Bizantium.
Pada tahun 22 H / 643 M, ribuan pasukan Muslim bergerak ke barat. Matahari gurun terasa membakar, unta-unta berjalan lambat dengan muatan logistik, sementara para prajurit menahan haus dengan sabar.
“Wahai kaum Muslimin, kita bukanlah pemburu dunia. Kita berjalan di atas pasir panas ini demi menegakkan kalimat Allah. Bersabarlah, karena kemenangan selalu bersama kesabaran.”
“Allāhu Akbar! Allāhu Akbar!”
Penaklukan Barqa
Ketika sampai di Barqa, pasukan Bizantium tidak melawan keras. Penduduknya yang sudah lelah dengan pajak berat Romawi memilih berdamai. Mereka menyerahkan kota dengan syarat: membayar jizyah yang ringan.
Riwayat menyebut, Amr menetapkan satu dinar per kepala setiap tahun, plus biji-bijian dan gandum. Penduduk Barqa pun menyambutnya dengan lega, karena aturan Islam jauh lebih adil dibanding pajak Romawi.
“Kami tidak menzalimi kalian, dan kami pun tidak mengizinkan kalian dizalimi. Barang siapa menunaikan kewajibannya, maka ia mendapatkan perlindungan.”
Menuju Tripoli (Ṭarābulus)
Setelah Barqa tunduk, pasukan bergerak ke Tripoli, kota berbenteng dan berpelabuhan. Perlawanan lebih keras, pengepungan pun berlangsung hingga akhirnya Bizantium menyerah.
Dengan jatuhnya Tripoli, seluruh pesisir Libya dari Cyrenaica hingga Tripolitania masuk dalam wilayah Islam—membuka jalur pengaruh ke Maghrib.
Ekspedisi ke Nubia (22–23 H / 643–644 M) & Perjanjian Baqt
Setelah barat aman, Amr mengirim pasukan ke Nubia (Sudan utara, kawasan Dongola). Mereka terkenal dengan pemanah yang akurat—hingga dijuluki “pemanah mata”.
“Demi Allah, panah mereka seperti hujan, dan setiap anak panah seakan tidak pernah meleset.”
Menimbang korban yang akan besar jika dipaksa tunduk, Amr memilih jalan damai: Baqṭ, perjanjian bersejarah yang bertahan berabad-abad.
- Tanpa peperangan: kedua pihak menahan diri dari agresi.
- Pertukaran tahunan: perdagangan, termasuk budak dan komoditas lokal.
- Koeksistensi damai: hidup berdampingan dengan saling menghormati.