📜 Rihlah

Kisah Ibnu Batutah: Rihlah 29 Tahun Mengelilingi Dunia Islam

Ditulis untuk frijal.github.io SEO-ready Fullscreen Mobile-friendly
🗺️ Sitemap 🏠 Home
Ilustrasi Ibnu Batutah

Ibnu Batutah—penjelajah Muslim asal Maroko—bukan sekadar pelancong; ia adalah saksi hidup peradaban. Selama 29 tahun, ia menjahit dunia Islam dari Maghrib hingga Cina dan Nusantara, menempuh lebih dari 120.000 km, mencatat detail yang membuat kita serasa ikut berjalan di sampingnya.

Asal-usul dan nasab

Nama lengkapnya: Abu ‘Abdullah Muhammad bin ‘Abdullah bin Muhammad bin Ibrahim al-Lawāti al-Tanji, lebih dikenal dengan Ibnu Batutah (ابن بطوطة). Ia lahir di Tangier (Ṭanjah), wilayah Maghrib (Maroko) pada 24 Februari 1304 M / 703 H. Keluarganya dari kabilah Lawāta, suku Berber besar di Afrika Utara. Lingkungan ilmiah dan fikih Maliki membentuk masa kecilnya—ayah dan kakeknya adalah ulama sekaligus qādhi di Tangier.

Masa muda dan pendidikan

Sejak muda, ia mencintai ilmu dan perjalanan. Belajar agama, fikih, bahasa Arab, hadis, dan sejarah Islam di Maghrib, ia punya ingatan yang kuat dan rasa ingin tahu besar tentang Makkah, Madinah, Baghdad, Mesir, dan Syam—pusat ilmu kala itu. Kerinduan haji memantik tekadnya untuk melihat dunia Islam dengan mata kepala sendiri.

Niat besar: menunaikan haji

Tahun 725 H / 1325 M, saat berusia 21, ia menulis dalam Rihlah:

“Aku meninggalkan kota kelahiranku, Tangier, pada hari Kamis 2 Rajab 725 H, berniat menunaikan haji dan berziarah ke makam Nabi ﷺ. Aku berangkat seorang diri, tanpa sahabat, dengan tekad yang menggelora.”

Berbekal keledai kecil, perlengkapan dasar, dan sedikit uang, ia menempuh rute panjang penuh gurun dan negeri asing—keyakinan menguatkannya untuk terus melangkah.

Awal perjalanan dan Afrika Utara

Ia melintasi Aljazair (Tilimsan, Bijaiah, Qusanthînah) menuju Tunis, bergabung dengan rombongan haji Ifriqiyah. Sakit di jalan, bekal menipis, namun niatnya teguh: “Aku tak akan kembali sebelum haji di Tanah Haram.” Di kota-kota seperti Bona, Aljazair, Tunis, Tripoli, ia menghadiri majelis ulama, menghafal hadis, dan menyerap adat masyarakat.

Rihlah ke Mesir

Dari Tripoli ke Alexandria, ia takjub pada menara dan masjid Mesir. Bertemu ulama besar dan sufi, termasuk Syaikh Burhānuddīn al-Lakhmī yang bertutur: “Engkau akan mengunjungi saudaraku di India dan Tiongkok.” Kelak, firasat itu terbukti.

Dari Mesir ke Syam

Ia menuju Damaskus—kebun, air, dan Masjid Jami’ Umayyah memikat hatinya. Ia belajar pada para ulama dan bergabung rombongan haji resmi dari Syam, jalur yang aman di bawah Mamluk.

Sampai di Tanah Suci

Tiba di Makkah setelah setahun lebih perjalanan, air matanya jatuh melihat Ka’bah:

“Jiwaku tenang, lelah hilang. Hatiku syukur pada Allah atas karunia sampai ke rumah-Nya.”

Ia menunaikan haji khusyuk, bermukim di Makkah, memperdalam fikih dan hadis di Masjidil Haram.

Akhir perjalanan pertama

Niat pulang ke Maroko urung. Cinta perjalanan dan ilmu mendorongnya ke Irak, Persia, India, Tiongkok, hingga Samudra Pasai. Inilah awal petualangan 29 tahun yang legendaris.

Menuju Irak dan Persia

Ia mengarah ke Baghdad, kota ilmu dan perdagangan: Masjid al-Kadhimiyyah, al-Mustansiriyah, rawa Tigris—Eufrat, masyarakat ramah dan berilmu. Ia belajar fikih Syafi’i dan Maliki, menghafal hadis, kagum pada perpustakaan. Lalu ke Khorasan dan Persia: Basra, Isfahan, Rayy, Nishapur—gunung, padang, kota bersejarah, ulama yang hangat, budaya yang kaya.

India: Delhi dan menjadi qādhi

Delhi di bawah Sultan Muhammad bin Tughluq: istana megah, pasar ramai, Masjid Quwwatul Islam. Ia diangkat sebagai qādhi, memimpin pengadilan, mengawasi ulama dan pendidikan, mempelajari adat lokal yang berbeda dengan Arab dan Persia. Ia berkeliling barat India, pelabuhan menuju Maladewa—Sri Lanka, berinteraksi dengan raja kecil dan pedagang.

Nusantara maritim

Dari India ke selatan menyeberang Samudra Hindia. Ia singgah di Maladewa—ramah, Islam hidup, bahkan menjadi qādhi di sana. Lalu ke Samudra Pasai (Aceh): pelabuhan makmur rempah, emas, sutra; penduduk taat; Sultan memuliakan ulama. “Iman mereka teguh seperti di Makkah dan Baghdad.”

Menuju Cina

Ia tiba di Quanzhou (Fujian), menyaksikan perdagangan global, masjid pedagang Muslim, budaya teh, sutra, kota bersih dan disiplin. Tercatat pula penghormatan pada ilmu—kaisar memintanya memberi nasihat bagi komunitas Muslim.

Pulang ke Maroko dan warisan

Ia kembali melalui rute laut—darat, singgah di Nusantara, India, Persia, Mesir, lalu Tangier. “Aku pulang dengan ilmu dan pemahaman luas tentang dunia.” Perjalanannya dibukukan menjadi Rihlah oleh Ibn Juzayy atas permintaan Sultan Maroko—warisan yang merekam budaya, perdagangan, hukum, dan spiritualitas dunia Islam abad ke-14.

Galeri foto

Bagikan artikel

🧭 Browser: …
💻 OS: …
📍 Balikpapan Utara, Kalimantan Timur, Indonesia 🇮🇩
ℹ️ Info: klik gambar untuk lightbox, gunakan panah untuk navigasi

Komentar

times;