Baghdad, Abad ke-9, Cahaya matahari pagi menyinari kubah-kubah emas Baghdad. Sungai Tigris berkilau, sementara kafilah dagang memenuhi pasar, membawa sutra dari Tiongkok, rempah dari India, dan buku-buku filsafat dari Yunani. Di jantung kota berdiri sebuah rumah ilmu yang megah: Bait al-Ḥikmah.
Di sanalah para ilmuwan, penerjemah, dan matematikawan bekerja. Di antara mereka, ada seorang lelaki dari Khwarizm yang wajahnya teduh, dengan sorban sederhana dan mata yang selalu haus pengetahuan: Muḥammad ibn Mūsā al-Khwārizmī.
Pertemuan dengan Khalifah al-Ma’mūn
Suatu hari, Khalifah al-Ma’mūn berjalan memasuki aula Bait al-Ḥikmah. Para ilmuwan berdiri memberi hormat. Al-Khwārizmī menundukkan kepala, namun khalifah tersenyum dan menghampirinya.
Al-Ma’mūn:
“Wahai Muḥammad ibn Mūsā, kudengar engkau memiliki cara baru dalam hitungan. Katakan padaku, bagaimana engkau menyebutnya?”
Al-Khwārizmī menunduk hormat, lalu menjawab dengan tenang: “Amīr al-Mu’minīn, aku menyebutnya al-jabr wa al-muqābalah. Dengan cara ini, kita bisa menyelesaikan masalah waris, dagang, hingga mengukur tanah tanpa keraguan.”
Al-Ma’mūn mengangguk penuh kagum. “Jika demikian, tulislah untuk umat ini sebuah kitab. Agar hitungan bukan hanya milik pedagang, tetapi juga alat bagi qāḍī, insinyur, dan semua orang yang mencari kepastian.”
Lahirnya Kitāb al-Jabr
Maka al-Khwārizmī pun mulai menulis. Malam demi malam ia duduk di ruang studinya, menyalakan lampu minyak, menyusun persamaan demi persamaan.
- Persamaan linear
- Persamaan kuadrat
- Cara menghitung waris
- Tata cara mengukur tanah
Kitab itu ia beri judul: al-Kitāb al-Mukhtaṣar fī Ḥisāb al-Jabr wa al-Muqābalah.
🌌 Ilmu Langit
Namun al-Khwārizmī bukan hanya ahli hitung. Di halaman Bait al-Ḥikmah, ia sering berdiri menatap bintang. Dengan instrumen astrolabe dan tabel dari India, ia menyusun Zīj al-Sindhind, tabel astronomi untuk menghitung gerak matahari, bulan, dan bintang.
Seorang murid: “Guru, apa gunanya memetakan bintang-bintang itu?”
Al-Khwārizmī: “Agar kita tahu waktu shalat, arah kiblat, dan perjalanan laut. Langit adalah kitab Allah yang lain, dan hitungan adalah kunci membacanya.”
🌍 Menggambar Dunia
Tak berhenti di situ, ia juga menyusun kitab Ṣūrat al-Arḍ. Di dalamnya terdapat peta dunia yang lebih akurat dari karya Ptolemaios. Sungai-sungai, gunung-gunung, bahkan ribuan kota ia catat dengan koordinat.
“Bumi ini luas, wahai muridku,” ujarnya. “Tapi dengan ilmu, manusia dapat mengukur dan memahaminya.”
🕯 Akhir Hayat
Sekitar tahun 850 M, Baghdad berduka. Al-Khwārizmī wafat, meninggalkan dunia yang ia terangi dengan hitungan dan ilmu. Namun, karya-karyanya tidak pernah mati. Berabad-abad kemudian, ketika kitab-kitabnya diterjemahkan ke dalam bahasa Latin di Toledo, orang-orang Eropa menyebut namanya: Algoritmi. Dari sanalah lahir kata algorithm. Dan dari al-jabr lahir istilah algebra.
🌟 Warisan
Al-Khwārizmī dikenang bukan sekadar sebagai matematikawan, melainkan sebagai pembawa bahasa universal ilmu hitung. Di ruang-ruang kelas modern, setiap kali seorang murid menuliskan rumus aljabar, tanpa sadar mereka sedang mewarisi warisan dari lelaki yang pernah berdiri di halaman Bait al-Ḥikmah itu.
📌 Karya-karya penting al-Khwārizmī
- al-Kitāb al-Mukhtaṣar fī Ḥisāb al-Jabr wa al-Muqābalah → dasar aljabar.
- Kitāb al-Ḥisāb al-Hindī → angka Hindu-Arab, cikal bakal algoritma.
- Zīj al-Sindhind → tabel astronomi.
- Kitāb Ṣūrat al-Arḍ → geografi dan peta dunia.
- Kitāb al-Rukhāma → jam matahari.
- Kitāb al-Tarīkh → kalender.
Warisan al-Khwārizmī: Dari Baghdad ke Eropa
🌙 Baghdad setelah al-Khwārizmī
Setelah wafatnya al-Khwārizmī sekitar 850 M, murid-murid dan penerusnya di Bait al-Ḥikmah terus mengembangkan ilmunya. Mereka menyalin kitab-kitabnya, memberi syarah (penjelasan), dan memperbaiki tabel-tabel astronomi yang ditulisnya.
“Guru kami, al-Khwārizmī, telah membuka jalan. Tugas kita adalah melanjutkannya, agar hitungan ini tidak berhenti di Baghdad saja, tapi sampai ke seluruh dunia.”
🚢 Ilmu menyeberang ke Andalusia
Ilmu itu kemudian dibawa para ulama dan ilmuwan ke barat, ke Córdoba dan Toledo, pusat keilmuan Andalusia. Di Córdoba, ilmuwan seperti Maslama al-Majrīṭī (w. 1007 M) mempelajari karya al-Khwārizmī, menyalin dan mengadaptasi Zīj al-Sindhind.
“Inilah karya al-Khwārizmī dari Baghdad. Dari hitungan inilah kita dapat mengetahui arah kiblat, musim tanam, dan perjalanan laut. Ilmu dari Timur kini hidup di Andalusia.”
📜 Dari Toledo ke dunia Latin
Setelah Toledo direbut 1085 M, perpustakaan kota itu menjadi pusat penerjemahan Arab–Latin. Gerard dari Cremona (1114–1187 M) menerjemahkan kitab al-Jabr dan Zīj al-Sindhind. Dari terjemahan itulah lahir istilah algebra dan algorithmus di Eropa.
🎓 Universitas Eropa
Pada abad ke-12–13, karya al-Khwārizmī dipelajari di Bologna, Paris, dan Oxford: pelajar memecahkan soal aljabar, astronom memakai tabel bintang, dan kartografer mengadaptasi peta Ṣūrat al-Arḍ. Ilmunya menjadi jembatan menuju Renaissance.
🌟 Rantai ilmu
- 1. al-Khwārizmī (Baghdad, abad ke-9): al-Jabr dan angka Hindu-Arab.
- 2. Maslama al-Majrīṭī (Córdoba, abad ke-10): menyebarkan karya ke Andalusia.
- 3. Toledo Translators (abad ke-12): Arab → Latin → Algebra, Algorithmus.
- 4. Universitas Eropa (abad ke-12–13): matematika & astronomi diajarkan luas.
- 5. Renaissance (abad ke-15–16): fondasi bagi Galileo, Copernicus, hingga Newton.
Konteks tambahan santai
Kalau dibayangkan, kekuatan al-Khwārizmī itu ada pada kebiasaan merapikan dunia dengan hitungan. Dari waris sampai peta, dari kiblat sampai kalender, semua diubah jadi sesuatu yang bisa dihitung, diverifikasi, dan dipakai orang banyak. Itu kenapa warisannya terasa “universal”—di Timur dipakai, di Barat pun menyala.
Kolom komentar