Frijal Media
Maulid Nabi Fatwa & Ikhtilaf Sejarah
Home Home

Kajian Lengkap Maulid Nabi

Mulai dari ringkasan fatwa, perbandingan pandangan ulama, hingga sejarah perkembangan—dijelaskan padat, berimbang, dan mudah dipahami.

Ringkasan fatwa

Inti: Perayaan hari kelahiran (termasuk Maulid Nabi) dinilai tidak disyariatkan oleh sebagian ulama: dua hari raya utama adalah Idul Fitri dan Idul Adha; terdapat hari-hari ibadah lain (Jumat, Arafah, tasyriq). Ketiadaan teladan dari Nabi ﷺ, sahabat, dan tabi’in menjadi alasan utama, disertai kekhawatiran tasyabbuh dan ghuluw.

  • Hujjah pokok: Larangan membuat perkara baru dalam agama; setiap bid’ah sesat; larangan menyerupai tradisi non-Muslim.
  • Catatan sejarah: Praktik Maulid disebut muncul pada masa Dinasti Fathimiyah, lalu menyebar ke lingkungan lain.
  • Saran kebijakan: Ulama dan otoritas dianjurkan mencegah penyimpangan dan menguatkan sunnah yang tsabit.

Perbandingan pandangan ulama

Aspek Melarang Membolehkan
Hukum Bid’ah / tidak disyariatkan Mubah / mustahabb (bersyarat)
Dalil utama Larangan perkara baru; “setiap bid’ah sesat”; ketiadaan teladan dari salaf. Perintah shalawat, syukur atas rahmat Allah; Maulid sebagai wasilah ta’lim; kaidah maslahat.
Tokoh yang sering dikaitkan Ibn Taymiyyah, Ibn al-Hajj, sejumlah ulama tajdid, sebagian ulama Saudi. Ibn Hajar al-‘Asqalani, al-Sakhawi, as-Suyuthi, al-Qastallani (umumnya Syafi’iyah).
Fokus alasan Tasyabbuh; risiko ghuluw; menutupi sunnah yang shahih. Menguatkan cinta Nabi ﷺ; ta’lim sirah; dzikir, shalawat, sedekah; dakwah.
Posisi praktis Utamakan amalan yang jelas nash dan contoh. Boleh jika isi sahih, tanpa kemungkaran, dan tidak dianggap ritual syar’i khusus.

Ringkasan di atas deskriptif; rincian penilaian bisa berbeda antarulama.

Sejarah perkembangan Maulid

Abad ke-4 H: Perayaan Maulid disebut bermula pada masa Dinasti Fathimiyah di Mesir.

Abad ke-6–7 H: Masuk ke lingkungan Ahlus Sunnah di Syam dan Irak; konten makin beragam.

Abad ke-8–9 H: Muncul karya-karya yang membolehkan dengan syarat isi yang baik (sirah, shalawat).

Abad ke-12 H: Gelombang tajdid menolak tegas Maulid sebagai bid’ah.

Masa modern: Banyak negara Muslim merayakan dalam ragam bentuk; sebagian lain tidak menetapkannya secara resmi.

Inti perbedaan: Satu arus menekankan kemurnian bentuk ibadah (ittiba’ zahir salaf); arus lain menekankan substansi/manfaat sebagai wasilah—dengan batasan ketat.

Panduan sikap bijak

  • Husnuzan: Tujuan sama—memuliakan Rasulullah ﷺ—meski cara berbeda.
  • Ilmiah: Rujuk ulama tepercaya; dahulukan dalil; hindari debat emosional.
  • Etika: Jangan menggeneralisasi; nasihati dengan hikmah.
  • Prioritas: Shalawat harian, ta’lim sirah, akhlak, dan sedekah.

Bagikan artikel ini

Komentar

times;