Home Home

Perbandingan Pandangan Ulama tentang Maulid Nabi

Melihat dua arus besar: larangan dan kebolehan bersyarat. Kita rangkai dalil, sejarah, manfaat, risiko, dan adab menyikapi perbedaan—singkat, jelas, dan berimbang.

Bid’ah & Sunnah Sejarah Maulid Adab Ikhtilaf

Garis besar

Inti: Ada ulama yang menolak Maulid sebagai bid’ah yang tak disyariatkan. Ada pula yang membolehkannya bila isi dan caranya sesuai tuntunan (dzikir, shalawat, sirah), tanpa menganggapnya ibadah khusus yang ditetapkan syariat.

  • Penekanan larangan: Tidak ada contoh dari Nabi ﷺ dan generasi awal; kekhawatiran tasyabbuh; potensi ghuluw dan menutupi sunnah.
  • Penekanan kebolehan: Substansi baik (ta’lim, shalawat, sedekah); landasan maslahat; batasan ketat agar terhindar dari penyimpangan.

Tabel perbandingan

Aspek Ulama yang melarang Ulama yang membolehkan
Hukum Bid’ah / tidak disyariatkan Mubah / mustahabb (bersyarat)
Dalil utama Larangan perkara baru dalam agama; “setiap bid’ah sesat”; tidak ada teladan dari Nabi ﷺ, sahabat, tabi’in. Perintah shalawat, syukur atas rahmat Allah; momen sebagai wasilah ta’lim; kaidah maslahat dan sadd/fath dzari’ah.
Tokoh yang sering dikaitkan Ibn Taymiyyah, Ibn al-Hajj, tokoh gerakan tajdid tertentu, sebagian ulama kontemporer Timur Tengah. Ibn Hajar al-‘Asqalani, al-Sakhawi, as-Suyuthi, al-Qastallani, dan sebagian ulama Syafi’iyah.
Sejarah & konteks Praktik Maulid muncul belakangan; ada kekhawatiran tasyabbuh dengan tradisi non-Muslim. Tradisi keagamaan-kultural yang kemudian diisi dengan konten syar’i untuk dakwah dan pendidikan.
Manfaat & risiko Risiko ghuluw, khurafat, fanatisme kelompok, menutupi sunnah yang shahih. Manfaat ta’lim, ukhuwah, sedekah; tetap ada risiko penyimpangan jika tanpa pengawasan.
Posisi praktis Fokus pada amalan yang jelas dalil dan contoh; tinggalkan hal yang meragukan. Boleh jika isi sahih, beradab, bebas kemungkaran; tidak menganggapnya ritual syar’i khusus.

Rangkuman ini bersifat deskriptif; rincian penilaian dapat berbeda antara satu ulama dan lainnya.

Penjelasan ringkas

Mengapa ada yang melarang

  • Teladan generasi awal: Jika baik, para salaf pasti mendahului; ketiadaan praktik jadi indikator kehati-hatian.
  • Bid’ah ritual: Menetapkan bentuk perayaan khusus tanpa dalil khusus dikhawatirkan menambah syariat.
  • Tasyabbuh: Kekhawatiran penyerupaan pola perayaan kelahiran dari tradisi lain.

Alasan kebolehan (dengan syarat)

  • Substansi yang disepakati: Dzikir, shalawat, dan kajian sirah memiliki landasan umum yang kuat.
  • Maslahat dakwah: Momen sebagai wasilah edukasi dan penguatan cinta Nabi ﷺ.
  • Batasan: Tanpa kemungkaran; tidak diyakini sebagai ibadah khusus dengan waktu dan bentuk tertentu dari nash.

Kesimpulan praktis: Jaga akidah dan adab. Prioritaskan amalan yang uzmak dalilnya. Jika Maulid diadakan, arahkan pada ilmu, akhlak, dan kemaslahatan; bila muncul mudarat, tinggalkan.

Snippet dalil (contoh, siap di-copy)

<blockquote class="dalil">
  <p>“Barangsiapa membuat sesuatu yang baru dalam urusan kami (agama) ini yang bukan darinya, maka tertolak.”</p>
  <cite>HR. Bukhari & Muslim</cite>
</blockquote>

Bagikan artikel ini

Komentar

times;