Menepis Gelap, Menyambut Terang
Siapa di antara kita yang tidak kenal dengan ungkapan masyhur, "Habis Gelap Terbitlah Terang"? Frasa ini, yang sering kita dengar, sesungguhnya berakar pada janji Ilahi yang sangat kuat, sebagaimana disinggung dalam Surat Al-Insyirah ayat 5 (dan 6):
"Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan."
(QS. Al-Insyirah: 5)
Ungkapan ini bukan sekadar kalimat penyemangat klise, melainkan sebuah hukum alam dan hukum kehidupan yang ditetapkan Tuhan. Mari kita telaah lebih dalam mengapa kita harus benar-benar yakin pada janji ini, bahkan saat kita sedang berada di tengah-tengah badai.
Kejujuran dalam Menghitung Nikmat vs. Musibah
Sering kali, ketika kita tertimpa masalah—entah itu kesulitan finansial, kegagalan dalam karier, atau penyakit—rasanya seluruh dunia ini runtuh dan gelap. Kita cenderung fokus pada satu titik kesulitan itu, lalu melupakan lautan nikmat yang sudah kita terima.
Coba kita lakukan hitungan sederhana, jujur pada diri sendiri:
Kesehatan adalah Bukti Nyata: Pikirkan tentang kesehatan kita. Jika dibandingkan antara berapa lama kita sehat wal afiat dengan berapa lama kita sakit (bahkan sakit ringan sekalipun), pasti mayoritas waktu hidup kita didominasi oleh kondisi sehat. Jantung berdetak tanpa kita suruh, paru-paru bernapas otomatis, dan mata bisa melihat indahnya dunia. Semua itu adalah kenikmatan yang sering kita anggap remeh hingga ia dicabut.
Keberlimpahan Harian: Kita masih bisa makan hari ini, punya tempat berteduh, dan punya orang-orang yang peduli. Kenikmatan ini jauh lebih besar dan lebih konstan daripada musibah sporadis yang datang dan pergi.
Dengan perspektif ini, musibah yang kita alami adalah minoritas, hanya setetes air di tengah samudra karunia. Mengapa kita membiarkan setetes air itu menenggelamkan rasa syukur kita terhadap samudra?
Mengapa Kesulitan adalah Pertanda Akhir?
Ayat dalam Surat Al-Insyirah menggunakan kata "bersama" (ma‘a), bukan "setelah" (ba‘da). Ini mengandung makna yang dalam dan menenangkan: kemudahan itu sudah ada di dalam kesulitan itu sendiri. Mereka berjalan beriringan.
Kesulitan adalah Tikungan, Bukan Akhir Jalan
Dalam hidup, kesulitan adalah puncak tertinggi dari sebuah ujian. Secara psikologis, ketika kita mencapai titik terberat, energi kita hampir habis, dan itu adalah saat yang paling menentukan.
Namun, dalam kacamata spiritual, semakin berat ujian yang menimpa, itu justru sinyal kuat bahwa jalan keluar sudah sangat dekat. Mengapa?
Penyaringan Iman: Ujian berat adalah cara Allah menguji seberapa kuat iman kita. Jika kita tetap sabar dan berprasangka baik pada-Nya di titik terendah, kita layak mendapatkan pertolongan yang dijanjikan.
Hukum Keseimbangan: Hidup ini butuh keseimbangan. Tidak mungkin seseorang terus-menerus terpuruk tanpa diberi kesempatan untuk bangkit. Begitu Anda melewati titik gelap itu, momentum untuk bangkit akan sangat kuat.
Yakinlah pada formula Ilahi ini: Ketika kegelapan terasa paling pekat, itu tandanya fajar sudah di ambang pintu. Ujian itu ada masa berlakunya, dan cepat atau lambat, ia akan berakhir.
Sempurnakan Kegelapan Anda untuk Menarik Terang
Lantas, apa yang harus kita lakukan saat berada dalam fase gelap?
Jangan hanya menunggu. Sempurnakan ikhtiar dan sikap hati Anda.
Sikap Tenang dan Sabar: Terima kesulitan itu sebagai bagian dari skenario terbaik Tuhan. Ketenangan adalah energi yang paling cepat menarik solusi.
Meningkatkan Kualitas Diri: Gunakan masa sulit untuk introspeksi. Kesulitan memaksa kita untuk belajar, berinovasi, dan tumbuh. Ketika Terang itu tiba, Anda sudah menjadi versi diri Anda yang lebih kuat, lebih bijaksana, dan lebih siap menyambut anugerah baru.
Memperkuat Harapan: Ingat, harapan adalah lilin yang tidak boleh padam. Jauhkan keputusasaan.
Kesimpulannya:
Habis Gelap Terbitlah Terang bukanlah sekadar pepatah; itu adalah prinsip semesta yang memastikan bahwa setiap tekanan akan diikuti oleh kelonggaran.
Jika hari ini Anda sedang berada dalam kegelapan, jangan fokus pada gelapnya. Fokuskan pandangan Anda ke titik di mana Terang itu akan datang, karena janji Tuhan tidak pernah meleset.
"Karena sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan." (QS. Al-Insyirah: 5-6)
Apakah kita sudah mulai jujur menghitung nikmat yang lebih dominan daripada musibah, agar hati kita selalu dipenuhi rasa syukur dan optimisme?
Kolom komentar