🌙 Masa Kecil – Bayi Tawanan yang Menjadi Pemimpin
Tahun 19 Hijriyah, di sebuah rumah sederhana di Hijaz, lahirlah seorang bayi yang kelak akan mengguncang dunia. Namanya **Mūsā bin Nuṣayr**. Ayahnya, Nuṣayr, pernah menjadi tawanan perang di Irak. Setelah masuk Islam, ia menjadi hamba Allah yang taat, lalu membesarkan anaknya dalam lingkungan keislaman.
Sejak kecil, Mūsā dikenal sebagai anak yang tangguh. Ia suka bermain pedang kayu, berlari di gurun, dan mendengar kisah futūhāt para sahabat. Suatu hari, ia berkata kepada ayahnya:
“Ayah, kelak aku ingin seperti Khalid bin Walid. Aku ingin menjadi pedang Allah yang tidak pernah tumpul.”
Ayahnya menepuk pundaknya sambil tersenyum: “Wahai anakku, jika engkau ikhlas karena Allah, engkau akan menjadi lebih dari itu.”

⚔️ Pemuda di Bawah Bendera Umayyah
Ketika dewasa, Mūsā masuk ke jajaran pasukan Bani Umayyah. Ia menunjukkan keberanian luar biasa. Di medan perang, ia bukan hanya berani menyerang, tetapi juga pandai mengatur strategi.
Mu‘āwiyah bin Abī Sufyān mendengar kabarnya. Ia berkata kepada perwiranya:
“Pemuda ini, Mūsā bin Nuṣayr, punya kecerdikan seperti ‘Amr bin al-‘Āṣ, dan keberanian seperti Khalid bin Walid. Suatu hari, ia akan memimpin futūhāt besar.”
🕌 Diangkat Menjadi Gubernur Ifriqiyah
Tahun-tahun berlalu. Saat ‘Abd al-Malik bin Marwān menjadi khalifah, Afrika Utara sedang bergolak. Banyak suku Berber yang menentang, Bizantium juga masih mengincar. Dibutuhkan seorang pemimpin yang tegas.
Maka **Mūsā diangkat menjadi gubernur Ifriqiyah** (Tunisia dan sekitarnya). Ia segera memperkuat **Qairawān**—kota yang pernah didirikan Uqbah bin Nāfi‘. Ia membangun masjid, mendirikan madrasah, dan mengatur pemerintahan dengan adil.
Seorang alim berkata kepadanya:
“Wahai Mūsā, kuasailah negeri ini dengan dua hal: pedang dan Al-Qur’an. Jika hanya dengan pedang, mereka tunduk tapi tidak rela. Jika dengan Al-Qur’an, mereka akan masuk Islam dengan hati.”
Mūsā menjawab: “Demi Allah, itulah yang aku inginkan.”
🤝 Membina Suku Berber
Mūsā tidak memperlakukan suku Berber sebagai budak, tetapi sebagai saudara. Ia mengajarkan Islam, membebaskan mereka dari pajak berat, dan mengangkat mereka ke dalam barisan pasukan Muslim.
Dari kalangan mereka muncul seorang pemuda gagah perkasa, penuh semangat jihad: **Ṭāriq bin Ziyād**.
Mūsā melihat potensinya dan berkata kepadanya:
“Wahai Ṭāriq, aku melihat keberanian dalam dirimu. Engkau akan menjadi ujung tombak Islam di negeri-negeri yang jauh.”
Ṭāriq menunduk rendah, menjawab dengan suara mantap: “Jika engkau perintahkan aku menembus samudra, aku akan lakukan demi Allah.” Sejak itu, Mūsā mendidik Ṭāriq dengan ilmu, strategi, dan akhlak. Ia menjadikannya komandan pasukan Berber, kepercayaan sekaligus muridnya.
⚔️ Ekspedisi Melawan Bizantium & Berber
Tahun-tahun berikutnya dipenuhi pertempuran. Mūsā menaklukkan benteng-benteng Bizantium di pantai, menundukkan pemberontakan Berber, dan memperluas kekuasaan Islam hingga Maroko.
Dalam sebuah pertempuran, seorang panglima Bizantium menantangnya:
“Mūsā, engkau hanya budak yang membangkang! Bagaimana bisa kau melawan kami, pewaris Romawi?”
Mūsā menjawab lantang: “Aku hanyalah hamba Allah. Jika engkau mengira aku budak, maka ketahuilah: aku datang membawa agama yang membebaskan semua manusia dari perbudakan.” Pasukan Muslim menang. Daerah demi daerah masuk ke dalam kekuasaan Islam.
🌟 Menyiapkan Jalan ke Andalusia
Setelah Ifriqiyah dan Maroko dikuasai, Mūsā tahu ada satu negeri di seberang laut yang menanti: **Andalusia** (Spanyol). Ia mengatur rencana, memperkuat armada, dan memilih orang terbaik untuk tugas pertama itu: Ṭāriq bin Ziyād.
Sebelum mengirimnya, Mūsā berkata:
“Wahai Ṭāriq, di seberang sana ada negeri yang kaya dan besar. Namun jangan terpedaya oleh gemerlap dunia. Ingatlah, kita datang bukan untuk merebut harta, melainkan untuk meninggikan kalimat Allah.”
Ṭāriq menjawab dengan mata berbinar: “Demi Allah, aku tidak akan mengecewakanmu, wahai guruku.” Dengan itu, terbukalah jalan bagi penaklukan Andalusia yang agung.