Piagam Madinah

Konstitusi awal yang menyatukan Madinah — sejarah, otentisitas, isi pokok, dan relevansi modern.
Diperbarui:
Penulis: SejarahIslam.id

Latar Sejarah: Wahyu, Hijrah, dan Kelahiran Piagam

Perjalanan sejarah Islam berawal sejak wahyu pertama turun di Gua Hira'. Ajaran tauhid mulai merombak adat jahiliyah dan menempatkan nilai kemanusiaan pada tempatnya. Momentum besar terjadi saat Rasulullah ﷺ hijrah ke Madinah (622 M). Di sana beliau membina persaudaraan antara kaum Muhajirin dan Anshar, mendirikan masjid, serta merumuskan aturan bersama—yang kita kenal sebagai Piagam Madinah.

Piagam Madinah dianggap oleh banyak sarjana sebagai manifesto politik awal yang mengatur hak, kewajiban, dan tata hubungan antargolongan di Madinah—termasuk pengaturan hubungan dengan komunitas non-Muslim.

Isi Pokok Piagam (Ringkasan)

  1. Persatuan politik: Masyarakat Madinah dibentuk sebagai satu kesatuan politik (ummah) meski terdiri dari berbagai suku dan agama.
  2. Hak & kewajiban bersama: Semua anggota, termasuk Yahudi yang bersekutu, memiliki hak perlindungan dan kewajiban mempertahankan komunitas.
  3. Otonomi hukum internal: Setiap komunitas diizinkan menjalankan hukum dan urusannya sendiri dalam banyak hal, kecuali isu-isu yang menyangkut kepentingan umum dan pertahanan bersama.
  4. Perlindungan hak asasi: Piagam memuat ketentuan perlindungan jiwa, harta, dan kehormatan warga serta jaminan keamanan kolektif.
  5. Mekanisme arbitrase: Dalam sengketa serius, pemimpin (Rasulullah) berperan sebagai pemberi keputusan atau pengarah sumber hukum yang relevan.

Otentisitas dan Sumber-Sumber Riwayat

Piagam Madinah diriwayatkan secara lengkap oleh penulis awal seperti Ibnu Ishaq dan Ibnu Hisyam. Peneliti modern—termasuk William Montgomery Watt dan Muhammad Hamidullah—menyatakan bahwa dokumen tersebut memiliki dasar otentik yang kuat dan konsisten dengan konteks sosiologis zaman itu.

Muhammad Hamidullah, khususnya, menerjemahkan dan mempopulerkan Piagam Madinah ke dalam berbagai bahasa Barat, sementara ilmuwan sejarah dan pakar hukum memperlakukan piagam ini sebagai contoh awal konstitusi tertulis yang mengatur kehidupan bersama di tingkat negara-kota.

Perdebatan Akademis: Satu Dokumen atau Hasil Revisi?

Beberapa sarjana, termasuk Montgomery Watt, mengajukan hipotesis bahwa teks yang kita miliki mungkin berasal dari dua dokumen terpisah yang kemudian disatukan dan direvisi—karena adanya pengulangan dan perubahan redaksional. Hipotesis ini mencoba menjelaskan ketidakhadiran nama beberapa suku Yahudi tertentu dalam beberapa versi teks.

Pandangan Para Ahli dan Relevansi Modern

Banyak sarjana Barat dan Muslim memuji Piagam Madinah sebagai dokumen berwibawa yang memuat prinsip-prinsip toleransi, perlindungan hak, serta tata pemerintahan awal yang mirip dengan konsep-konsep modern:

  • Prinsip persamaan hak bagi warga berbeda asal atau agama.
  • Kebebasan otonomi internal bagi komunitas minoritas dalam mengatur urusan mereka sendiri.
  • Tanggung jawab kolektif dalam pertahanan dan keamanan.
  • Jaminan hukum dan mekanisme penyelesaian sengketa.

Piagam Madinah Sebagai "Konstitusi"

Walaupun istilah "konstitusi" belum dikenal secara formal di Jazirah Arab abad ke-7, Piagam Madinah memenuhi banyak kriteria modern dari sebuah konstitusi: menetapkan prinsip dasar politik, membagi tanggung jawab, dan memberi kerangka hukum bagi kehidupan bersama. Itulah sebabnya beberapa ilmuwan menyebutnya the first written constitution dalam sejarah umat manusia.

Kesimpulan

Piagam Madinah merupakan tonggak penting dalam sejarah politik dan sosial Islam. Dokumen ini menunjukkan kemampuan Rasulullah ﷺ untuk merancang tata kehidupan pluralistik—memadukan prinsip keadilan, kebebasan komunitas, dan tanggung jawab bersama—yang tetap relevan untuk kajian kelembagaan, konstitusi, dan tata kelola multikultural masa kini.

Referensi utama: riwayat Ibnu Ishaq/Ibn Hisyam, komentar klasik dan studi modern oleh Hamidullah, Montgomery Watt, Guillaume, dan sarjana lainnya.

URL halaman saat ini:
times;