Shalahuddin dan Pembebasan Yerusalem — Pelajaran dari Sejarah

Belajar dari masa paling sulit: bagaimana harapan tumbuh saat syarat-syarat kemenangan dirawat bersama.

Ditulis oleh Fakhrul Durasi baca: 6–8 menit

Kadang kita merasa zaman ini berat. Tapi sejarah itu punya cara lembut untuk mengingatkan: dulu ada masa yang lebih gelap, dan dari sana, cahaya tetap bisa lahir. Kisah Shalahuddin adalah salah satu contohnya—lahir dari gentingnya keadaan, tumbuh jadi teladan persatuan dan keteguhan.

Para tentara salib menduduki Yerusalem selama 92 tahun. Sebelum kedatangan Shalahuddin untuk membebaskannya, umat kita hidup dalam keadaan yang lebih buruk daripada yang kita alami hari ini.
  • Mesir: Permata kaum Muslimin saat itu diperintah Dinasti Fathimiyah (sekutu tentara salib). Di mimbar-mimbar masjid mereka, kehormatan Rasulullah dan para sahabat dicela.
  • Abbasiyah: Kekhalifahan melemah setelah dikuasai bangsa Persia. Baghdad—perisai umat—tenggelam dalam hiburan, muncul gelombang zindiq dan ateisme.
  • Syam: Perpecahan parah; tiap kota punya penguasa sendiri. Di Suriah saja ada lima kerajaan kecil (Emirat Homs, Emirat Aleppo, dan lain-lain).
  • Maghrib: Perang saudara dan perebutan kekuasaan, bid‘ah menyebar, kelalaian, dominasi kelompok Khawarij, hilangnya kekuatan negara.
  • Teluk & Haji: Kemiskinan dan kelaparan. Makkah hampir sepi dari jamaah; jalur haji banyak diputus tentara salib dan perampok—tersisa jalur dari arah Yaman.

Lalu datang Shalahuddin: memerangi kelompok Batiniah, meruntuhkan kekuasaan Fathimiyah, menyatukan kaum Muslimin, dan akhirnya membebaskan Yerusalem. Ia tak sekadar panglima; ia arsitek harapan—membangun fondasi persatuan sebelum mengangkat panji kemenangan.

Allah Ta‘ala berfirman: إِن تَنصُرُوا اللَّهَ يَنصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ “Jika kalian menolong agama Allah, niscaya Allah akan menolong kalian dan meneguhkan kedudukan kalian.”

Kemenangan itu bukan kebetulan; ia buah dari syarat-syarat yang dirawat. Niat yang lurus, ilmu yang jernih, kepemimpinan yang amanah, persatuan yang nyata, dan keberanian untuk menata ulang prioritas. Kalau syarat-syarat itu kita jaga, insya Allah, kemenangan akan datang—dengan atau tanpa kita.

Jadi apa yang bisa kita lakukan hari ini—di lingkungan kita, komunitas kecil kita? Mulai dari hal yang paling dekat: merawat akhlak, menata ilmu, menjaga adab dalam perbedaan, dan menyalakan harapan. Selebihnya, mari bergerak bersama. Karena sejarah sudah membuktikan: saat syarat-syaratnya terpenuhi, jalan terbuka.

Info: Memuat data perangkat dan lokasi…
times;