Kisah Uqbah bin Nāfi‘ al-Fihrī

Kisah seorang panglima yang hatinya selalu condong ke cahaya. Dari Mekah, Mesir, Qairawān, hingga tepi Atlantik, jejaknya menautkan futūhāt Islam dan menyalakan keberanian yang bertahan lintas zaman.

🌙 Mekah, Tahun 1 Hijriyah / 622 M

Langit Mekah kala itu sedang ramai dengan kabar hijrah Rasulullah ﷺ ke Madinah. Di sebuah rumah keluarga Quraisy, lahirlah seorang bayi dari kabilah Fihr. Ayahnya menatap wajah mungil itu dan berbisik,

“Engkau akan kuberi nama Uqbah. Semoga kelak engkau menjadi pengikat kemenangan bagi kaum Muslimin.”

Bayi itu tumbuh dalam suasana perubahan besar: bangsa Quraisy yang dulu menentang kini berangsur masuk Islam, dan keluarga Uqbah termasuk di antara yang dekat dengan dakwah. Pamannya, ‘Amr bin al-‘Āṣ, kelak menjadi panglima besar penakluk Mesir.


🏹 Masa Muda – Bersama Pamannya di Mesir

Remaja Uqbah tumbuh sebagai pemuda tangkas, pandai menunggang kuda, dan gagah berani. Ketika pamannya, ‘Amr bin al-‘Āṣ, diutus oleh Khalifah ‘Umar r.a. untuk menaklukkan Mesir, Uqbah ikut serta dalam rombongan.

Di tepi Sungai Nil, ia melihat betapa tentara Islam begitu sedikit dibandingkan Bizantium. Namun semangat jihad membuat mereka menang. Uqbah berkata pada pamannya:

“Wahai paman, sungguh aku melihat Allah memenangkan kita bukan dengan banyaknya jumlah, tetapi dengan iman.”

‘Amr tersenyum: “Engkau benar, wahai Uqbah. Ingatlah, perjuangan ini tidak berhenti di Mesir. Masih ada negeri-negeri di barat yang menanti cahaya Islam.” Kalimat itu menancap dalam hati Uqbah.


🕌 Mendirikan Qairawān (Tunisia, 50 H / 670 M)

Waktu berlalu. Ketika Mu‘āwiyah bin Abī Sufyān menjadi khalifah, beliau menunjuk Uqbah untuk memimpin futūhāt ke Afrika Utara.

Uqbah mendirikan sebuah kota di tengah hutan penuh binatang buas. Para prajurit sempat ketakutan. Namun Uqbah turun dari kudanya, mengangkat pedang, dan berseru lantang di hadapan semak belukar:

“Wahai penghuni hutan! Wahai binatang buas! Demi Allah, pergilah kalian dari sini. Tempat ini akan menjadi kota kaum Muslimin!”

Riuh suara aneh terdengar, seakan binatang-binatang itu berlarian meninggalkan tempat tersebut. Para prajurit tercengang. Di situlah kemudian berdiri Qairawān, kota pertama Islam di Afrika Utara. Ia menjadi pusat ilmu, markas militer, dan mercusuar dakwah.


⚔️ Ekspedisi ke Barat – Melintasi Aljazair

Dengan Qairawān sebagai basis, Uqbah membawa pasukannya ke barat. Mereka melintasi gurun luas, menghadapi suku Berber yang tangguh. Pertempuran demi pertempuran terjadi, namun kemenangan berpihak pada kaum Muslimin.

Di sebuah perkampungan, seorang tokoh Berber berkata kepadanya:

“Wahai Uqbah, apa yang engkau cari hingga jauh datang ke negeri kami?”

Uqbah menjawab dengan penuh keyakinan: “Kami datang bukan untuk merampas harta, bukan pula untuk memperbudak. Kami datang membawa cahaya Islam, agar kalian mengenal Allah yang Maha Esa.” Beberapa suku Berber pun mulai masuk Islam, terpesona oleh akhlak dan ketegasan sang panglima.


🌊 Doa di Samudra Atlantik (62 H / 682 M)

Akhirnya, setelah menaklukkan kota demi kota, pasukan Uqbah tiba di tepi Samudra Atlantik di ujung Maroko. Ombak besar menggulung, langit barat memerah saat matahari terbenam.

Uqbah turun dari kudanya, memacu hewan tunggangannya ke dalam air hingga ombak mencapai dadanya. Dengan mata berkaca-kaca, ia menengadah ke langit dan berdoa:

“Ya Allah, jika bukan karena samudra yang menghadangku, niscaya aku akan terus maju di jalan-Mu, menaklukkan negeri demi negeri, hingga tak ada lagi yang menyembah selain Engkau.”

Pasukannya terdiam, terharu mendengar doa itu. Mereka tahu, futūhāt ini bukan sekadar ekspansi, melainkan ibadah suci.


🩸 Syahid di Tahūda (63 H / 682 M)

Namun perjalanan pulang membawa ujian. Di wilayah Tahūda (Aljazair), suku Berber bersekutu dengan pasukan Bizantium untuk menghadang. Uqbah hanya bersama 300 prajurit setia, sementara musuh datang dalam jumlah besar.

Seorang sahabatnya berkata: “Wahai Uqbah, jumlah mereka terlalu banyak. Mungkin kita harus mundur.”

Uqbah menggeleng tegas: “Tidak! Mundur bukan jalan kita. Demi Allah, lebih baik kita syahid hari ini, daripada Islam kehilangan wibawa di mata musuh.” Pertempuran sengit pun pecah. Debu gurun bercampur dengan darah para syuhada. Di tengah pertempuran, Uqbah terus bertakbir hingga akhirnya ia roboh, tersambar pedang.

“Allāhu Akbar…!”

Uqbah bin Nāfi‘ gugur sebagai syahid, meninggalkan jejak sejarah yang abadi.


🌟 Warisan Abadi

Dari perjuangannya lahirlah:
  • Kota Qairawān, mercusuar Islam di Afrika Utara.
  • Jalan terbuka menuju Maroko dan Andalus.
  • Kisah keberanian seorang panglima yang hidup untuk jihad dan wafat dalam syahadah.
  • Nama yang dikenang sebagai Fātiḥ Ifriqiyah, pengikat futūhāt dari Mesir hingga samudra.

Artikel terkait